Friday, March 16, 2007

Aku Tanpa Laring


AKU TANPA LARING

MSHR

Masa mudaku telah berlalu

Dari mulutku tiada lagi asap mengepul

Nada suaraku tak lagi semerdu dulu

Parau ………..tak berlagu

Pita suaraku telah tiada

Aku sadar, ……….aku menyesal

Namun apa mau dikata

Semua itu telah menjadi fakta

Lebih baik maju terus…..kerja terus

Sampai batas akhir hayatku (Jakarta, 10 Februari 2007)


Puisi di atas menggambarkan kegalauan seorang yang tadinya menggemari rokok, namun kini bukan lagi tak bisa merokok, bicarapun harus belajar kembali. Pak Mashuri menulis dan membacakan sajaknya pada latihan bersama para tuna laring (sebutan untuk seseorang yang tidak lagi mempunyai pita suara) , yang tergabung dalam Perhimpunan Wicara Esofagus (PWE). Latihan bersama ini dihadiri 2 tuna laring dari asosiasi serupa di Thailand ( Laryngecromees Association in Thailand).

Pengangkatan pita suara biasanya karena keganasan laring. Keganasan laring , terjadi paling banyak pada laki-laki, perbandingan laki-laki: perempuan = 9 : 1. Rokok ditengarai sebagai penyebab utama terjadinya keganasan pita suara ini. Rata-rata 5 orang anggota baru pertahun, hal ini sangat jauh dari diagnosa yang ditegakkan berdasarkan Patologi Anatomi. Sering kali pasien datang saat stadium lanjut, sehingga tidak bisa lagi di lakukan tindakan pengangkatan laring. Sesungguhnya bila ditemukan saat stadium dini, keganasan ini tidaklah berakibat fatal. Namun, gambaran tidak bisa bicara setelah operasi menyebabkan tindakan operasi dihindari, mencari pengobatan dalam bentuk lain, an datang kembali sudah terlambat.

PWE berlatih seminggu sekali di Departemen Rehabilitasi Medik, dengan instruktur dari para tuna laring sendiri. Para tuna laring yang menjadi instruktur telah memiliki sertifikat sebagai instruktur. Sertifikat diperoleh setelah mengikuti pelatihan sebagai instruktur yang berlangsung di Tokyo atau di Bangkok. Saat ini aktif 5 orang instruktur . pelatihandi luar negri ini merupakan hasil kerjasan PWE dengan Asian Federation of laryngectomee’s Association (AFLA) sejak tahun 1992. Anggota PWE berkumpul tidak hanya untuk berlatih, tetapi juga mengunjungi pasien lain yang masig ragu untuk dilakukan tindakan operasi. Kunjungan sesama penderita, yang kemudian terbukti bisa bicara kembali, sangat membantu moral seseorang dengan diagnosa keganasan laring, dan keluarganya. Latihan di pandu juga oleh terapis wicaktara, dan menjadi kuajiban untuk dokter spesialis kedokteran fisik dan rehabilitasi untuk melakukan supervisi.

Seorang tuna laring harapan hidupnya sama dengan orang lain, karena setelah keganasannya di angkat, menjadi tidak sakit lagi, hanya terjadi perubahan cara bernafas yang sekarang berpindah melalui stoma di leher, dan bicara tidak menggunakan pita suara , melainkan esofagus.


Anggota PWE tak hanya bisa bicara, sudah mahir menyanyi !


Foto di atas diambil tgl 6 Maret 2007, 1 minggu sebelum penyelenggaraan pelatihan bersama, hanya saya yang bicara dengan pita suara, jadi yang tidak normal siapa ya? Kok jadi saya yang "lain"

1 comment:

yuzuph said...

selamat malam, nama saya yusuf, mohon diberikan info dakter bedah tumor laring di SURABAYA yang punya pengalaman terbanyak dengan tingkat keberhasilan tertinggi. saya ucapkan terimakasih banyak

regards,

Yusuf